Jateng.WAHANANEWS.CO – Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran menilai derasnya minat investasi dari Korea, Jepang, dan Cina ke kawasan aglomerasi Solo Raya merupakan bukti bahwa wilayah ini telah naik kelas sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.
Mereka memandang bahwa semakin kuatnya perhatian global menunjukkan adanya momentum penting yang harus dimanfaatkan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Perintahkan Eksekusi Cepat Proyek Hilirisasi
Ketua Umum MARTABAT Prabowo–Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa investasi yang mulai mengarah ke Solo Raya bukan hanya kesempatan ekonomi, tetapi “tanda bahwa kawasan ini sedang memasuki era strategis yang akan menentukan peta daya saing nasional.”
Menurutnya, sinyal positif dari tiga negara sekaligus menunjukkan bahwa Solo Raya telah menjadi etalase baru bagi perencanaan pembangunan modern, terintegrasi, dan berkelanjutan.
Tohom menilai langkah memperkuat ekosistem aglomerasi adalah syarat utama untuk meningkatkan kepercayaan investor.
Baca Juga:
Prabowo: Kepercayaan dan Penegakan Hukum Jadi Kunci Keberhasilan Investasi di Indonesia
Ia menyebut, “Solo Raya ini unik. Ia tidak hanya mengandalkan satu kota sebagai magnet, tetapi menggerakkan seluruh kabupaten/kota dalam satu orbit ekonomi. Investor global melihat hal ini sebagai keunggulan struktural yang menjanjikan efisiensi, skala, dan kesinambungan pertumbuhan.”
Ia juga menegaskan bahwa aglomerasi tak sebatas konsep tata ruang, tetapi instrumen ekonomi yang memadukan sumber daya, talenta, hingga kepastian infrastruktur.
“Ketika aset tangible ada di Sragen atau Boyolali, sementara intangible value berada di Solo, itu menunjukkan kematangan kawasan. Hal seperti inilah yang membuat investor berani masuk,” ujarnya, Jumat (13/11/2025).
Pada bagian lain, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa keberhasilan Solo Raya menarik investor luar negeri membuktikan bahwa integrasi kawasan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis Indonesia ke depan.
“Pola investasi global kini mencari efisiensi supply chain dan kejelasan ekosistem. Solo Raya menjawab itu. Tinggal kesiapan pemerintah daerah untuk mengeksekusi peta jalan pembangunan dengan disiplin,” ungkapnya.
Ia menilai penyelenggaraan STTIE 2025 merupakan momentum penting untuk memperlihatkan wajah nyata dari kolaborasi tujuh wilayah: Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Boyolali, dan Klaten.
“Jika kerangka kerja lintas daerah dapat dijalankan konsisten, Solo Raya tak hanya dilirik tiga negara, tetapi berpotensi menjadi simpul investasi Asia,” katanya.
Tohom juga mengapresiasi upaya pemerintah provinsi dan Kadin yang mulai menempatkan konsep aglomerasi sebagai basis promosi investasi.
“Kuncinya adalah menghilangkan ego sektoral. Jika Solo Raya tampil sebagai satu kawasan, bukan tujuh wilayah terpisah, daya tawarnya naik drastis,” tandasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]