WahanaNews-Jateng | Marjono (62), muring-muring di hadapan tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja.
Pasalnya, pekarangannya ratusan meter persegi yang terkena proyek tol dianggap sebagai sawah.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Warga asal Dukuh Tempel, Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Klaten itu tak terima karena nilai uang ganti ruginya menjadi lebih kecil.
Kejadian itu berlangsung beberapa waktu lalu, namun masih menyisakan kekecewaan berat di hati Marjono.
Ia mengetahui status tanahnya berubah setelah menerima surat yang berisi nominal uang ganti rugi. Sejak 1995, sawah Marjono sudah dikeringkan untuk ditanami pohon mahoni. Namun, oleh tim pembebasan lahan, lahan itu dianggap lahan basah alias sawah.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Marjono pun protes ke tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja. Protes juga ia sampaikan kepada pamong desa.
“Saya sempat muring-muring saat itu. Mestinya, lahan saya itu sudah berstatus pekarangan. Tapi, oleh tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja dianggap sebagai sawah. Secara lokasi, memang berada di persawahan,” kata Marjono saat ditemui wartawan di Gatak, Sabtu (5/2/2022).
Ia sempat mengadu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten, tapi ia diminta ke pengadilan jika keberatan.
“Daripada ribet ke pengadilan, akhirnya saya tetap tanda tangan (setuju). Ini tidak ganti untung, tapi saya rugi,” sambung Marjono menggerutu.
Sebagaimana diketahui, pembayaran sebagian uang ganti rugi lahan terdampak jalan tol Solo-Jogja di Desa Gatak, sudah berlangsung 20 Januari 2022.
Marjono mengaku rugi banyak dengan perubahan status tanah dari pekarangan menjadi sawah. Ia hanya mendapat uang ganti rugi Rp800.000 per meter persegi.
Jika tanahnya berstatus pekarangan, Marjono bisa mendapat Rp2,2 juta per meter persegi.
“Sedianya, lahan itu akan saya bangun rumah untuk anak-anak saya. Berhubung terdampak jalan tol, enggak tahu lagi mau bangun di mana. Tanah di sini harganya sudah tinggi. Saya ini justru rugi gede dengan adanya proyek ini,” katanya.
Salah seorang warga Gatak lain yang enggan disebutkan namanya mengatakan warga terdampak tol Solo-Jogja sebenarnya dilanda kesusahan.
Selain nominal uang ganti rugi di luar ekspektasi, warga juga harus angkat kaki dari tanah dan rumah yang dinilai memiliki sejarah bagi keluarga mereka.
“Banyak yang menganggap warga terdampak jalan tol Solo-Jogja enak karena memperoleh uang ganti rugi. Saya sendiri pusing harus pindah dari rumah. Kami jadi ribet juga karena harus pindah (dari tanah leluhur)” kata warga tersebut.
Sebagai informasi, ada sembilan desa di Kecamatan Ngawen yang terdampak tol Solo-Jogja.
Sembilan desa itu yakni Senden, Manjungan, Pepe, Ngawe, Gatak, Tempursari, Kahuman, Duwet, dan Kwaren.
Total anggaran yang disiapkan untuk ganti rugi itu mencapai Rp650 miliar.
Tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja mengaku selalu memberikan nilai ganti rugi di atas harga pasaran.
“Pembayaran uang ganti rugi juga tak ada pemotongan sepeser pun,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten, Sulistiyono.[non]