Jateng.WahanaNews.co | 2 Dosen UIN Semarang, 1 Kades di Demak, dituntut 1 tahun 6 bulan penjara terkait suap seleksi perangkat desa di Kabupaten Demak yang menyeret Kanit Tipikor Polres Demak, Saroni, yang sempat dimutasi ke Polres Banjarnegara sebelum dipidanakan.
Keempatnya bersekongkol meloloskan 16 calon perangkat desa dari 8 desa di Kec. Gajah, Demak. Uang yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp3 miliar, Rp830 juta di antaranya untuk dosen UIN.
Baca Juga:
Pemberhentian Sejumlah Pj. Penghulu oleh Plt. Bupati Rohil Tuai Kritikan
Beberapa hari lalu, sebanyak 14 Sekdes yang berstatus PNS dari Kabupaten Demak yang melakukan gugatan kepada Bupati Demak, dengan perkara gugatan No 71/G/2022.PTUN.SMG dan perkara No 72/G/2022/PTUN.SMG mendatangi Kantor Penghubung Komisi Yudisial Jawa Tengah guna memastikan sidang gugatan PTUN dan proses judicial review di Mahkamah Agung RI berjalan sesuai prosedur.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia, Agustinus P.G, SH mendesak Bupati Demak, Sekda, Inspektorat, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) dan Ketua DPRD Kab. Demak untuk serius melihat permasalahan ini. Menurutnya, statement Bupati pada salah satu media beberapa hari lalu yang mengatakan tidak adanya jual beli jabatan di Pemkab Demak, membuat Agustinus geram.
“Terkait jual beli jabatan di Pemkab Demak sudah terbukti dan sudah ada terdakwanya sebanyak 4 orang. Parahnya, Kanit Tipikor Polres Demak, Saroni, dituding sebagai pihak yang mengakomodir pengumpulan uang hingga sekitar 3 miliar dari para calon perangkat desa. 14 Sekdes yang berstatus PNS yang notabene anak buah Eisti'anah kini melakukan gugatan. Lalu ini belum cukup membuktikan adanya dugaan jual beli jabatan di Demak,” tegas Agus.
Baca Juga:
Heboh Foto dan Video Mesra Bupati Nias Barat dengan Kadis Pariwisata, Nitizen: Semakin Menyala
Saat ini, lanjut Agus, ada Camat yang menjabat hingga 7 (tujuh) tahun. Bahkan ada beberapa Camat yang menjabat di 2 (dua) kecamatan. Kuat dugaan ini sengaja terjadi guna memperlancar modus gratifikasi pada proses seleksi perangkat desa dan penempatan Sekdes non PNS agar bisa terus menjabat seperti diduga terjadi di Kecamatan Dempet. Aparat penegak hukum jangan diam melihat persoalan ini, tegasnya.
“Bahkan saat ini di Kecamatan Kebonagung tidak mengajukan penggantian Sekdes PNS menjadi non PNS, karena diduga Camat mengkondisikan Sekdes yang PNS tersebut, sehingga tidak terjadi penggantian seperti di kecamatan lainnya. Kedekatan Camat Kebonagung, Drs. Haryoto, SH, dengan Kadis PermadesP2KB Pemkab Demak, patut dipertanyakan pada penempatan Sekdes dan perangkat lainnya di Kecamatan Kebonagung,” tegasnya.
Bupati Eisti'anah, tegas Agustinus, seperti tutup mata melihat permasalahan ini. Buruknya sistem proses pemilihan Sekdes dan Perangkatnya di Pemkab Demak sungguh memprihatinkan. Kuat dugaan, mencalonkan Sekdes dari pencalonan dan pengangkatannya disinyalir ada yang mengeluarkan anggaran miliaran rupiah demi mendapatkan tanah bengkok sekitar 8 hektar yang nanti bisa dikelola saat menjabat.
“Di Demak jangan harap menjadi Sekdes dan perangkat desa bila tidak punya uang. Kabarnya, di wilayah tertentu di Kabupaten Demak, untuk menjabat Sekdes bahkan ada yang mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah lebih. Kami sudah mengumpulkan data dan bukti-buktinya, semua hampir rampung dan akan kita laporkan secara resmi kepada APH dalam waktu dekat ini. Masyarakat di Demak harus berani melaporkan adanya dugaan jual beli jabatan dan korupsi di wilayahnya, tegas Agus.
629 Bidang Tanah Belum Bersertifikat, Rawan Oknum Mafia Tanah
Menurut data, tegas Agus, hasil audit BPK RI Tahun 2020 di Pemkab Demak, Nomor : 41.B/LHP/XVIII.SMG/04/2021, tanggal 28 April 2021, aset tetap di KIB belum informative atau lengkap, antara lain KIB A terdapat 1 aset tanah tidak ada ukuran luasnya dan 15 aset tanah tidak ada alamat. KIB B terdapat 71 kendaraan bermotor yang tidak ada nomor rangka, mesin, polisi dan nomor BPKB, KIB D terdapat 188 jalan, irigasi dan jaringan yang tidak diketahui panjang dan lebarnya dan 108 yang hanya mencantumkan volumenya.
Agustinus menambahkan, hasil audit BPK RI Tahun 2021, Nomor : 42B/LHP/XVIII.SMG/04/2022, tanggal 21 April 2022 membuktikan minimnya kinerja Bupati dan jajarannya dalam pencatatan dan pengelolahan aset tetap tanah. Per 31 Desember 2021 sebesar Rp5.197.799.560.905,34 atau bertambah sebesar Rp167.287.724.807,73 dibandingkan nilai sebelumnya per 31 Desember 2020 sebesar Rp5.030.511.836.097,61.
“Penatausahaan aset tetap tanah telah diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun sebelumnya, hasil pemeriksaan BPK masih ditemukan banyak permasalahan diantaranya, 629 bidang tanah belum bersertifikat atau dalam proses dengan nilai sekitar 387 miliar dan 10 bidang tanah tanpa papan nama dengan nilai sekitar 13,6 miliar. Melihat lambatnya proses tersebut, kami menduga adanya oknum mafia tanah menjual aset tanah milik Pemkab Demak, sehingga proses pensertifikatannya terkendala,” katanya. [tum]