WahanaNews-Jateng | Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng, mulai lakukan tindakan terkait pelanggaran pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran 2022.
Tercatat 110 aduan terkait THR yang diterima posko Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng hingga Selasa (26/4).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Kepala Disnakertrans Jateng Sakina Rosellasari mengatakan, aduan tentang pemberian THR semakin banyak menjelang Lebaran.
Dari pertengahan April aduan yang masuk hanya 22 laporan, lalu berkembang menjadi 78 laporan di hari Minggu (24/4).
"Senin (25/4) kemarin ada tambahan jadi total 110 aduan yang masuk ke Posko THR Provinsi Jawa Tengah. Kami juga bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menyelesaikan aduan tersebut," ujarnya, saat melakukan monitoring pemberian THR, di Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Dia menyebut sesuai peraturan, THR diberikan perusahaan maksimal tujuh hari sebelum hari lebaran atau tanggal 25 April 2022.
Jika melebihi tenggat tersebut, artinya perusahaan telah melanggar SE Menaker RI no M/1/HK.04/IV/2022.
Selain itu, perusahaan juga dinilai melanggar PP 36 tentang pengupahan.
Sakina menyebut, sesuai peraturan THR pekerja di tahun ini harus diberikan penuh sesuai regulasi.
Bagi pekerja yang telah mencapai masa satu tahun, harus diberi satu kali gaji.
Sedangkan yang belum mencapai masa kerja satu tahun, diberikan secara proporsional.
Dia mengatakan, aduan pekerja yang masuk ke posko THR rerata mengeluhkan pembayaran yang telat atau dicicil.
Selain itu ada keluhan THR yang dibayar tidak sesuai ketentuan atau bahkan tidak memberikan tunjangan.
"Kami tanggal 26 menerjunkan pengawas. Kemudian mereka akan mengeluarkan nota riksa. Nota itu harus direspon dalam waktu tujuh hari. Jika tidak dipenuhi nanti akan ada nota riksa 2, jangka juga tujuh hari. Kalau tidak ada respon, baru ada sanksi administrasi sesuai regulasi PP 36 2021," jelasnya.
Sesuai peraturan, sanksi administrasi tersebut mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha.
Adapula pemberhentian usaha sebagjan atau keseluruhan alat produksi, sampai dengan pembekuan usaha.
Menurutnya, pemberian sanksi tidak serta merta mengugurkan kewajiban pemberian THR.
Bahkan, perusahaan bisa dikenakan denda sebesar 5 persen dari jumlah THR yang diterima setiap buruh.
Besaran denda lima persen tersebut, nantinya bisa dikelola oleh serikat pekerja demi kesejahteraan pekerja.
Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng Mumpuniati mengatakan, rerata perusahaan yang masih belum membayarkan THR pekerja beralasan terdampak Covid-19.
"Alasan mereka rata-rata karena terdampak Covid-19. Selain itu juga cash flow, uangnya diputar untuk kegiatan yang lain. Tapi mereka berjanji untuk membayar," ungkapnya.
Ia menyebut, tahun ini banyak di antara perusahaan yang menunda pembayaran THR berasal dari sektor garmen.
Perusahaan-perusahaan ini, rerata memiliki banyak pekerja.
Mumpuniwati mengungkapkan, perusahaan yang paling banyak diadukan berasal dari Kota Solo dan Kota Semarang.
Bahkan, ada satu perusahaan yang diadukan berkali-kali oleh pekerjanya.
Meskipun aduan terkait THR di Jateng mencapai 110 laporan, namun adapula perusahaan yang tertib aturan.
Perlu diketahui, Di Jateng ada 32.584 perusahaan skala kecil menengah dan besar.
Data itu berdasar Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan Online (WLKP).
Dari jumlah tersebut ada sekitar 5.000 perusahaan besar. [non]