WahanaNews-Jateng | Korban pelecehan seksual dan perundungan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) MS mengalami kecemasan akut, lantaran penanganan kasusnya di Polres Jakarta Pusat mandek. MS bahkan divonis menderita depresi mayor.
Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin mengatakan kini kliennya harus minum 4 jenis pil obat. Biaya yang dikeluarkan pun tak sedikit, Rp 1.364.149 setiap pembelian.
Baca Juga:
Bupati Karo Buka Pelatihan Pengendalian Lalat Buah dan Sosialisasi Peningkatan Produksi Jeruk di Desa Pola Tebu
"Kondisi MS memburuk karena mencemaskan lambatnya proses hukum kasusnya di Polres Jakarta Pusat. Baru-baru ini MS divonis depresi mayor sehingga dosis obat yang harus dikonsumsi bertambah," kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/12).
Mualimin menyebut kliennya semakin cemas tatkala memasuki perpindahan tahun. Pasalnya, terhitung sejak kasusnya mencuat pada 1 September lalu sampai saat ini, proses hukumnya belum ada perkembangan.
Padahal, beberapa kasus kekerasan seksual yang lain seperti Novia Widyasari, Dosen Cabul di Universitar Riau, tabrak lari di Nagreg, sudah ada tersangka.
Baca Juga:
PT. Gruti Unit Tele II Mendukung Program Pemerintah untuk Ketahanan Pangan
"Di tengah banyaknya kasus kekerasan seksual di Indonesia belakangan, MS takut tidak mendapat keadilan hukum," ucapnya.
MS, kata Mualimin, menjadi sering bertanya-tanya sendiri apa yang menjadi penyebab proses hukum kasusnya mandek. MS takut identitas gendernya sebagai laki-laki justru menjadi salah satu penyebabnya. Pasalnya, masih banyak orang yang menyepelekan pelecehan seksual terhadap laki-laki.
"MS bertanya, apakah pengakuan pria yang jadi korban pelecehan seksual dan perundungan tak layak dipercayai? Tak layak dianggap serius? Bukankah pria juga mungkin ditindas dan dilecehkan oleh pria lain?" paparnya.