WahanaNews-Borobudur | Kalau angkatan udara Inggris tidak mengebom permukiman Bezuidenhout Quarter di Den Haag Belanda pada 3 Maret 1945, kita berkesempatan mewarisi banyak materi ilmiah tentang seni Jawa kuno dan Borobudur.
Sebab, di permukiman yang luluh lantak pada masa akhir Perang Dunia II itu terdapat rumah Theo Van Erp, tokoh utama di balik restorasi pertama Candi Borobudur. Di rumah yang turut hancur akibat bom itu, Theo menyimpan sejumlah materi ilmiahnya.
Baca Juga:
Kemlu RI Tegaskan Israel Wajib Mematuhi Keputusan Mahkamah Internasional
Materi ilmiah yang disimpan di rumah Theo Van Erp itu berupa buku-buku, manuskrip, foto, dan benda-benda lain.
"Itu sebuah kehancuran. Theo tak dapat mengembalikannya lagi," kata Profesor Galestin, dikutip dari jurnal Life and Work of Theo Van Erp (2011), Senin (4/7/2022).
Pernyataan Prof Galestin dari Universitas Leiden itu disampaikan saat dirinya berpidato dalam kesempatan promosi Van Erp untuk gelar Doctor Honoris Causa.
Baca Juga:
Kompolnas Kunjungi Belanda, Pastikan Pemilu di Den Haag Berjalan Aman dan Damai
Untuk diketahui, Theo Van Erp menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Fakultas Seni dan Filsafat Universitas Amsterdam pada 17 September 1951. Prof Galestin sebagai promotornya.
Jurnal tentang kisah Theo Van Erp itu ditulis oleh cucunya, A.J.Th. (Guus) van Erp, LL.M. Jurnal itu terbit dalam buku 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur Trilogi I dari Balai Konservasi Borobudur.
Perjalanan Theo
Theodoor (Theo) van Erp lahir di Pulau Ambon pada 26 Maret 1874. Dia anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Willem Vitus van Erp dan Anna Susanna Elizabeth van Swieten. Ayah Theo menjabat mayor angkatan darat Hindia Belanda.
Sejak usia 4 tahun, Theo dikirim ke Belanda naik kapal layar selama 144 hari. Di Belanda, Theo tinggal bersama keluarga angkat. Pada usia 18 tahun, Theo masuk Akademi Militer Kerajaan Belanda (KMA).
Empat tahun kemudian, 1896, ia dikirim sebagai letnan dua muda Korps Teknik Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) ke Hindia Belanda.
Theo sempat ditempatkan di Perang Aceh. Dia juga terlibat dalam pembangunan benteng di Cilacap, Jawa Tengah hingga merancang masjid di Medan. Setelah naik pangkat jadi letnan satu, Theo dipindahkan ke Magelang, kota garnisun militer penting di Jawa Tengah.
Restorasi Borobudur
Pada 1899, L Serrurier membuat laporan tentang kondisi beberapa monumen penting di Jawa Tengah. Laporan itu ditindaklanjuti pejabat tinggi Hindia Belanda, salah satunya dengan mengunjungi Borobudur.
Pada tahun 1900, dibentuklah Komisi Borobudur. Komisi itu terdiri dari tiga orang, salah satunya Theo van Erp yang berusia 26 tahun. Selain posisinya di Korps Teknik, Theo punya minat dan kecintaan terhadap peninggalan sejarah di sekitar Magelang.
Persiapan restorasi itu membutuhkan waktu cukup lama. Sehingga pada periode 1902-1903, Theo van Erp menggarap Candi Siwa di kompleks Prambanan dan candi induk di kompleks Candi Sewu.
Restorasi Borobudur tahap pertama baru dimulai pada 1907, dan dilanjutkan pada 1910-1911 untuk tahap kedua. Pada 1911, Theo yang berusia 37 menjadi Mayor Korps Insinyur.
Pensiun usai PD I
Pada Agustus 1914, Perang Dunia I pecah. Theo diangkat sebagai komandan kota berbenteng Hellevoetsluis di Provinsi Belanda Selatan. Pada akhir Perang Dunia I, Theo Van Erp memilih pensiun.
Dia mendedikasikan masa pensiunnya untuk menerbitkan karya-karya dari hasil kerjanya di Jawa.
Pada 1931, Theo menerbitkan mahakarya berupa monografi arsitektur yang terdiri dari sekitar 500 halaman teks dengan deskripsi arkeologi tambahan dari Prof Krom. Theo juga aktif menulis artikel dan publikasi tentang seni Jawa kuno serta monumennya.
Pada 3 Maret 1945, di pengujung Perang Dunia II, Theo van Erp mendapat pukulan keras. Angkatan Udara Kerajaan Inggris disebut keliru mengebom permukiman Bezuidenhout Quarter di Den Haag, Belanda, tempat Van Erp tinggal.
Dia kehilangan rumahnya dan hampir semua harta miliknya, termasuk semua materi ilmiahnya tentang seni Jawa kuno dan Borobudur seperti buku, manuskrip, foto, dan benda-benda. Beruntung dia dan istrinya bisa selamat.
Pindah ke Desa Seniman
Setelah kehilangan rumahnya di Den Haag, Theo menetap di Dennenoord, sebuah desa seniman di pusat Belanda. Saat itu, Dennenoord juga berisi Sanatorium Pelajar Belanda.
Karena kehilangan hampir semua harta dan semua bahan studinya, Theo mencurahkan lebih banyak waktunya untuk hobi membuat sketsa dan melukis. Theo meninggal pada 1958 pada usia 84 tahun.[zbr]