WahanaNews-Borobudur | Pasangan suami istri (pasutri), Pietra Harvanto (37) dan Yacoba Asri Dharmayanti (36), kini memiliki 24 ekor monyet yang dipelihara di rumahnya.
Panggilan hati menjadi penyelamat monyet itu berawal dari keinginan Asri untuk memiliki anak perempuan. Kala itu, dia melihat postingan salah seorang temannya soal monyet.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
"Awalnya karena pengin punya anak perempuan. Terus ini (monyet) ternyata di posting sama teman kok lucu banget. Tanpa sepengetahuan suami langsung aku transfer. Terus (monyet) dikirim dari Klaten. Saat itu, umur 3 minggu," kata Asri mengawali pembicaraan saat ditemui di rumahnya, Selasa (5/4/2022).
Monyet itu pun diberi nama Malicha, dan sudah dianggap bak keluarga. Saat ini Malicha berusia 4 tahun dan tinggal bersama Pietra dan Asi di rumahnya di Jalan Moh Yusuf, Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.
Wajah Malicha pun menjadi ikon rescue monyet mereka. Wajah Malicha itu digambar di rolling door tempat mereka tinggal yang diberi nama Zona Satwa.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Sepintas rumah pasutri ini mirip seperti toko. Namun, saat memasuki rumah bagian belakang anda akan menemukan anjing, ular, dan puluhan monyet.
Monyet-monyet itu mereka selamatkan dari perdagangan di pasar, sebagian ada pula menangkap monyet yang lepas. Monyet itu mereka pelihara di dalam kandang besi maupun dirantai.
"Merescue itu awal 2020, kami disuruh nge-rescue di Pare (Mungkid),tapi gagal karena banyak orang. Kalau rescue itu harus tenang, kegagalan karena warga meneriaki setiap akan masuk jebakan diteriaki," tutur Pietra.
Saat itu, dalam waktu bersamaan mereka juga diminta tolong untuk menangkap monyet yang lepas di kawasan Borobudur.
Upaya penangkapan ini berhasil dengan membutuhkan waktu 2 minggu. Setelah berhasil ditangkap, biasanya monyet tersebut harus dikarantina terlebih dahulu.
"Kami tergeraknya gara-gara kasihan kalau monyet yang sudah dipelihara orang kok sampai terlantar. Awalnya cuman gara-gara itu, ada yang nawari. Kalau boleh kita beli dengan harga lebih murah, kita beli pelihara di sini sampai mati," tutur Pietra seraya menyebut membeli demi menyelamatkan monyet, itu.
Pietra menuturkan, belajar menjadi rescue monyet secara autodidak. Dia menyebut memelihara monyet yang mereka selamatkan itu berdasarkan dari pengalaman memelihara Malicha.
"Kalau belajar rescue itu sebenarnya dari pengalaman pelihara saja apalagi primata itu hewan cerdik yang bisa diajak interaksi. Mereka (monyet) itu cenderung penasaran apapun yang dia baru lihat pasti penasaran. Contoh kalau belajar rescue pertama kita harus sediakan jebakan harus ada umpannya. Umpan itu salah satu, kalau monyet kelaparan kasih makanan pasti, tapi kalau monyet dia merasa makanan cukup harus dipancing dengan monyet lain," ujar pria yang pernah kuliah di Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Permintaan untuk menangkap monyet tak hanya datang dari Magelang, tapi juga Temanggung, Klaten, hingga Solo. Setelah dirawat, monyet-monyet itu diberi nama di antaranya Siwon, Mas Al, Angel, Simon, serta lainnya.
Untuk mencukupi kebutuhan makanan mereka, pasutri ini merogoh kocek dari kantung pribadi mereka. Rata-rata sehari mereka membutuhkan minimal Rp 50 ribu untuk pakan.
"Sebetulnya Rp 50.000 itu minimal. Kita waktu itu pernah beli mentimun 4 kuintal itu dalam 3 atau 4 hari. Karena itu sampai malam mereka makan terus, kalau belum habis ya nggak berhenti," ujar Asri.
Pietra menambahkan mereka dulu sempat berjualan satwa reptil. Namun karena pandemi, mereka akhirnya banting setir berjualan makanan dan minuman secara online.
"Kita banting setir jual makanan, jadi kita online, delivery order maupun pre order. Ya (ini) untuk kehidupan sehari-hari dengan hewan-hewan, kalau kurang kita ngutamain anak dulu, baru hewan. Misal kita punya uang Rp 70.000 yang penting anak makan dulu, setelah itu baru hewan kenyang semua, kita gampang," terang mereka.
"Untuk binatang-binatang ini nggak mungkin bisa cari makan karena dirantai, mereka mau mengeluh juga nggak bisa paling cuma teriak-teriak," tutur Pietra. [rda]