WahanaNews-Borobudur | Rencana kenaikan tiket destinasi prioritas seperti Borobudur dan Taman Nasional Komodo dianggap belum tepat waktunya oleh kalangan DPR.
Saat ini negara-negara di seluruh dunia tengah mempromosikan wisata besar-besaran dan memberikan diskon.
Baca Juga:
Menparekraf Apresiasi Starlux Airlines Hadirkan Penerbangan Langsung Taipei-Jakarta
"Ini kan lagi ada suasana pemulihan wisata, seluruh negara lagi jor-joran, Thailand sampai diskon hotel segala macam. Tapi alangkah kecewanya kita pemulihan wisata ini dirusak oleh (rencana) naiknya harga Borobudur dan Komodo. Ini wrong time, waktunya sangat tidak tepat, sangat tidak bagus, sayang sekali. Saya tahu ini bukan wewenang Menparekraf, tapi langkah-langkah seperti ini harusnya bijak lah," ujar Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Gerindra Djohar Arifin Husin dalam rapat kerja dengan Menparekraf.
"Kita lagi buka-buka pintu, silakan masuk, silakan masuk, nanti baru kita bicarakan ke yang terkait. Ini lagi promosi malah menghambat," ujarnya.
Rekan Komisi X DPR lain, Andreas Hugo Pareira dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan keputusan pemerintah untuk mengundurkan pelaksanaan kenaikan tiket Komodo ke bulan Januari nanti hanya akan sekedar menunda masalah.
Baca Juga:
Sandiaga Perkuat Ekosistem Ekraf di Kabupaten Bangli Melalui Workshop KaTa Kreatif
Untuk itu dia menyarankan pemerintah langsung membentuk single authority management yang mengatur destinasi-destinasi prioritas ini. Usulan ini rencananya akan dimasukkan dalam revisi UU Pariwisata.
"Jalan keluarnya memang ada satu yang khusus mengelola destinasi prioritas sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab, atau memperkuat BPOLBF (Badan Otorita Pelaksana Labuan Bajo Flores). Kita mau merevisi UU Pariwisata karena kalau tidak ada regulasi terpadu pasti akan terjadi kasus di seperti di Borobudur atau Labuan Bajo menunda itu menunda masalah, bahwa bulan Januari (kenaikan tiket komodo) itu akan membuat masalah karena bukan otoritasnya mengatur tarif itu," ujarnya.
Anggota yang lain, Sodik Mudjahid dari Partai Gerindra juga mengatakan harus ada kompromi antara penetapan sebuah wilayah konservasi dan wilayah untuk wisata.