WahanaNews-Borobudur | Penuhnya atau overload tempat pembuangan akhir (TPA) Pasuruhan di Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menjadi polemik pengolahan sampah di Kabupaten Magelang.
Imbasnya, Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) di setiap Kecamatan diharuskan bisa mengolah sampahnya sendiri.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Ketua KPP TPS 3 R Lohjinawi, Borobudur, Arina Waliyati menuturkan, pihaknya sangat kewalahan jika TPS 3R diminta untuk menampung bahkan mengolah sampah masyarakat dalam satu Desa.
"Kami belum siap, karena kan kapasitas TPS tidak bisa mencakup untuk seluruh warga Desa Borobudur. Tahap awal, baru sekitar tiga dusun saja belum mampu semaksimal mungkin. Karena kan (TPS Borobudur) hanya mampu menampung kapasitas untuk 300-400 KK. Sedangkan, jumlah warga di Desa Borobudur itu bisa 10 kali lipatnya," ujarnya, pada Kamis (06/01/2022).
Tak hanya persoalan kapasitas sampah, lanjutnya, permasalahan pun semakin runyam ketika TPS 3R diminta untuk memilah-milah sampah sebelum dibuang ke TPA.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Padahal, di TPS alat pemilah sampah tidak berfungsi semana mestinya serta kurangnya tenaga manusia.
"Saat ini, TPA kan hanya menerima sampah jenis B3 saja, jadi harus dipilah. Permasalahannya, alat pemilah sampah tidak berfungsi dengan baik. Sudah, kami sampaikan kepada dinas terkait namun belum ada tindakan. Pun, kami kekurangan tenaga manusia, di sini hanya ada 5 orang yang bekerja. Sedangkan, sampah bisa sampai 900 kilogram per hari. Kami sudah coba merekrut orang namun hasilnya nihil, banyak yang tidak mau," ucapnya.
Hal inilah yang melandasi, TPS 3R terpaksa menaikkan uang iuran sampah terhadap warganya.
Menurut Arina, jika uang iuran sampah tidak dinaikkan dengan beban seperti itu. Maka, tidak akan bisa menutupi biaya operasional.
"Mulai hari ini (06/01/2022), kami akan sampaikan ke masyarakat melalui surat. Terkait persoalan sampah yang berisi tentang harga iuran yang baru," tuturnya.
Adapun, kenaikan harga iuran sampah untuk kelas rumah tangga dari Rp15 ribu menjadi Rp25 ribu dengan kondisi sampah sudah terpilah dan maksimal per hari 5 Kg/KK.
Untuk kelas warung dari Rp 20 ribu menjadi Rp 50 ribu dengan kondisi sampah sudah terpilah maksimal per hari 10 Kg/KK.
Untuk kelas cafe dari Rp100 ribu menjadi Rp150 ribu sedangkan kelas hotel dari Rp150 ribu menjadi Rp300 ribu
dengan dengan kondisi sampah sudah terpilah masing-masing maksimal 20 Kg/hari.
Terpisah, Plt Kepala UPTD Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, Joni Budi Hermanto menuturkan, TPA pasuruhan sebenarnya berdasarkan kajian teknis sejak tahun 2017 sudah ditutup.
Saat ini, kondisi sampah di TPA sudah overload dengan ketinggian mencapai 35 meter bahkan di bagian sisi barat sudah ambrol.
"Hampir sudah tidak ada lagi daratannya,benar-benar overload. Sehingga, kami pun mengharuskan sampah yang masuk ke sana sudah terpilah antara organik dan anorganik. Untuk yang organik, sudah tidak bisa diterima lagi , dan harus dikelola sendiri oleh masyarakat," ungkapnya.
Sementara itu, pihaknya pun sudah mencoba untuk mencarikan lahan pengganti untuk pembangunan TPA baru.
Di daerah Candimulyo dan Grabag namun tidak belum bisa terealisasikan karena adanya penolakan dari warga. [rda]