WahanaNews-Jateng | Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebutkan Garuda Indonesia mengalami penurunan terkait jumlah pesawat yang beroperasi.
Erick Thohir menyebut sebelumnya total pesawat yang dimiliki Garuda Indonesia mencapai lebih dari 200 unit.
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Namun, karena berbagai macam problem yang terjadi di maskapai pelat merah itu, saat ini jumlah pesawat Garuda Indonesia tersisa 142 unit.
Ironisnya, dari jumlah tersebut, kata Erick Thohir, yang bisa terbang hanya tinggal 35 unit saja. Sedangkan sisanya grounded dan beberapa dipegang oleh leasing.
“Total pesawat sebelumnya 200 lebih kalau tidak salah. Lalu karena ada berbagai macam problem saat ini tinggal 142 pesawat. Hari ini tinggal 35 pesawat. Sementara sisanya itu grounded dan dipegang leasing,” kata Erick Thohir, Selasa (11/1/2022).
Baca Juga:
Pj Sekda Dairi Paparkan Potensi Kerawanan Jelang Pilkada
Dari ratusan pesawat yang tidak bisa terbang itu, beberapa di antaranya tidak bisa dikembalikan karena terikat oleh kontrak.
Erick berpandangan, persoalan yang membelit Garuda Indonesia jika tidak diselesaikan akan mengganggu ekosistem penerbangan nasional.
“Kalau ini tidak diselesaikan ekosistem penerbangan nasional bisa berbahaya. Akhirnya juga akan membebani konsumen,” ucapnya.
Bukan tanpa alasan Erick mengatakan demikian. Sebab, ada 400 pesawat yang dibutuhkan untuk melayani penerbangan di Indonesia.
Sementara hingga hari ini, pesawat yang bisa terbang dan dimiliki maskapai pelat merah beserta anak usahanya hanya tinggal 75 unit.
Rinciannya, Garuda Indonesia sebanyak 35 unit, sedangkan sisanya sebanyak 40 unit dimiliki oleh Citilink.
“Memang ada pihak swasta. Anggaplah dari semua pihak swasta ada 100-an pesawat. Namun, itu baru mencukupi 50 persen kebutuhan penerbangan nasional,” ujar Erick Thohir.
Lebih lanjut, Erick Thohir menambahkan, dampak lainnya dari kurangnya maskapai tersebut membuat harga tiket pesawat menjadi mahal.
“Ini yang kemudian membuat harga tiket pesawatmakin mahal. Karena itu, kami menilai Garuda Indonesia benar-benar harus diselesaikan,” tutur Erick Thohir.
Selain itu, Erick juga menyoroti rute penerbangan Garuda Indonesia yang terlampau banyak, sehingga tidak efisien. Terlebih banyaknya rute penerbangan internasional.
Kerena itu, ke depan Erick Thohir menuturkan akan lebih fokus pada penerbangan domestic. Ia pun membandingkan dengan negara lain seperti China dan Amerika yang lebih banyak melayani rute penerbangan domestik ketimbang internasional.
“Kalau kita lihat juga kue dari wisata lokal sebelum Covid-19 itu 72 persen adalah domestik market, sisanya 28 persen intenasional. Ini yang kita ingin perbaiki secara infrastruktur dan ekosistmenya,” ujar Erick Thohir. [non]