WahanaNews-Jateng | Rencana eksploitasi batu gunung Desa Wadas dalam rangka pembangunan Bendungan Bener Purworejo tuai pro kontra.
Bahkan, polemik itu dengan cepat menjadi isu nasional hingga terus ramai diperbincangkan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Narasi tentang konflik Wadas di media sosial begitu menyeramkan.
Konflik digambarkan memanas antara warga yang kontra dengan aparat Kepolisian, Selasa (8/2/2022).
Pantauan Tribun di Desa Wadas, Rabu (9/2/2022), kondisi Desa Wadas jauh dari kesan mencekam seperti tergambar di pemberitaan maupun media sosial.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Warga beraktivitas normal.
Sejumlah kendaraan polisi masih lalu lalang.
Aparat keamanan belum ditarik karena masih berlangsung proses pengukuran yang butuh pengawalan.
Listrik warga telah menyala kembali.
Hanya jaringan internet tidak ada.
Tapi, menurut Jangkung, salah satu warga yang lahannya dibebaskan, jaringan internet di dusun itu bukannya terputus, tapi memang tidak ada sejak dulu.
Saat Tribun berada di dusun itu, jaringan internet dari dua operator seluler ternama memang tidak ada.
"Memang tidak ada jaringan internet di sini, apalagi di bawah, " katanya.
Dalam video yang beredar di medsos, yang tampak hanya warga yang menolak rencana penambangan.
Padahal, kenyataannya, banyak yang pro terhadap pengukuran lahan.
Mereka adalah para pemilik lahan yang menjadi target pembebasan.
Sebagian warga ternyata sudah menerima kepastian ganti untung pembebasan lahan.
Jangkung satu di antaranya.
Hanya lahannya yang dibebaskan bukan yang untuk diambil batunya guna membendung sungai.
Selain lahan untuk eksploitasi batu andesit, proyek ini juga membutuhkan lahan untuk jalan akses.
"Lahan saya dibebaskan sekitar Rp 70 juta, " katanya.
Padahal, jika tidak karena ada pembebasan untuk proyek, ia mengakui nilai jual tanahnya jauh lebih murah.
Sebagian pemilik lahan di bukit yang akan ditambang pun berpikir sama.
Mereka rela menjual tanahnya untuk proyek dengan harapan akan dibeli dengan harga mahal.
Terlebih lahan di bukit itu rata-rata selama ini hanya ditanami tanaman tahunan, semisal pohon kalapa, dan durian.
Lokasi yang cukup jauh dari kampung dan susah dijangkau juga membuat warga jarang-jarang menengok kebunnya.
Man, salah satu pemilik lahan dari Desa Wadas mengaku tak khawatir kehilangan mata pencaharian.
Ia masih memiliki lahan di tempat lain untuk bercocok tanam.
"Masih ada lahan di tempat lain, " katanya.
Gubernur Ganjar Pranowo saat mengunjungi Desa Wadas, Rabu (9/2/2022) lalu, mewanti-wanti warga agar mempergunakan uang ganti untung lahan untuk hal produktif.
Misalnya dengan membeli lahan pertanian di tempat lain, atau membuka atau mengembangkan usaha di sektor lain.[non]