Pada bagian lain, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa era pembangunan berbasis aglomerasi membutuhkan keberanian untuk melakukan integrasi kawasan secara strategis.
Ia menilai Kadin bersama pemerintah daerah kini mulai mendorong dialog yang konstruktif, antara lain melalui pertemuan langsung antara investor dari Bangladesh, Cina, Arab Saudi, hingga Korea dengan para pemilik potensi wilayah dari tujuh daerah Solo Raya.
Baca Juga:
Pemko Binjai Dukung Program Wajib Belajar PAUD Satu Tahun Pra-Sekolah dan Launching Gerakan “Ananda Bersinar”
“Langkah-langkah seperti ini menunjukkan bahwa pengusaha lokal tidak dibiarkan berjalan sendiri. Ada mekanisme pertemuan, ada fasilitasi, dan ada ekosistem yang mendorong mereka naik kelas. Ini sejalan dengan semangat pemerataan yang menjadi fokus besar pemerintahan Prabowo–Gibran,” tuturnya.
Tohom menyoroti capaian Solo Raya Great Sale 2025 yang berhasil meraih transaksi Rp10,6 triliun sebagai bukti bahwa skala ekonomi kawasan semakin nyata ketika kolaborasi diarahkan secara konsisten.
Ia menegaskan bahwa model kolaborasi semacam ini adalah fondasi untuk memastikan Solo Raya tidak hanya menjadi pusat budaya dan sejarah, tetapi juga gerbang pertumbuhan ekonomi Jawa bagian selatan.
Baca Juga:
Pemerintah Dongkrak Program Pembangunan 3 Juta Rumah
“Kita tidak bisa lagi terjebak dalam pola pembangunan terkotak-kotak. Aglomerasi adalah masa depan. Dan Solo Raya, dengan dukungan Kadin serta arah kebijakan pemerintah pusat, memiliki momentum besar yang tidak boleh disia-siakan,” tutup Tohom.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]