WahanaNews-Jateng | Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) minta pemerintah tak hanya diam melihat nasib pengemudi truk.
Pemerintah juga diminta untuk mendengar keluhan para pengemudi truk yang menjadi ujung tombak angkutan logistik.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Hal itu lantaran para pengemudi truk sampai saat ini belum bisa disebut sejahtera meski menjadi kunci dalam hal distribusi logistik tanah air.
Menurut Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, banyak permasalahan yang dialami para pengemudi truk yang hingga kini belum terselesaikan.
"Misalnya Over Dimension Over Load (ODOL) yang selalu menjadikan pengemudi jadi tersangka dan ditindak oleh penegak aturan," paparnya, Selasa (22/2/2022).
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Dilanjutkannya, para pengemudi sebenarnya tidak ingin membawa muatan berlebihan, karena mereka tahu dan sadar resiko yang dihadapi di jalan raya.
"Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, dan dalam kondisi hidup pastilah mereka dijadikan tersangka. Padahal membawa muatan tak sesuai aturan bukan keinginan pengemudi," ujarnya.
Diterangkannya, akar permasalahan truk ODOL adalah rendahnya tarif angkut barang, dan pemilik barang dan pemilik truk tidak mau keuntungannya berkurang.
"Dampaknya para pengemudi dikorbankan untuk menanggung biaya tidak terduga, uang yang dibawa pengemudi truk berkurang kareng menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar, parkir, hingga urusan ban pecah," katanya.
Djoko menuturkan, karena beban tersebut, uang yang dibawa pulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga tidak sebanding dengan lama waktu bekerja.
"Karena hal tersebut profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang, semakin sulit mendapatkan pengemudi truk yang berkualitas," paparnya.
Penetapan tarif angkut barang dikatakan Djoko menjadi kunci permasalahan, harusnya pemerintah dapat mengendalikan dengan adanya tarif batas atas dan tarif batas bawah.
"Supaya pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan dengan kendaraan berdimensi lebih.
Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya," imbuhnya.
Ia menambahkan, pemerintah selama ini baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.
"Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir," tambah Djoko.[non]