WahanaNews-Semarang | Hamparan sampah yang ada di Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) Kota Semarang membuat jijik para warga yang melihatnya.
Jika dilihat, kumpulan sampah yang berada di BKT itu seperti pulau tersendiri dengan sampah yang luasannya sebesar lapangan sepak bola.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Sampah-sampah tersebut tak hanya datang dari Kota Semarang, melainkan juga datang dari daerah lain terutama ketika musim hujan.
Sampai saat ini, tebal sampah tersebut sudah sampai 5 meter dari dasar sungai. Diperkirakan, sampah-sampah tersebut bakal semakin tinggi jika dibiarkan.
Anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, Iqbal Alma mengatakan, awalnya daerah yang dinamakan Pulau Sampah itu adalah mangrove.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
"Namun, beberapa tahun yang lalu mangrove tersebut dihilangkan karena pelebaran Sungai BKT,"jelasnya saat ditemui di Pulau Sampah, Kamis (3/3/2022).
Yang awalnya sabuk hijau untuk melindungi gelombang laut, kawasan tersebut kini berganti sekumpulan sampah yang mengganggu nelayan.
"Ini kalau tak benar-benar paham, nelayan yang lewat jalur ini pasti macet karena baling-balingnya nyangkut sampah," keluhnya.
Jika dibiarkan, tempat tersebut tak hanya menjadi Pulau Sampah, melainkan berubah nama menjadi bukit sampah.
"Ini beberapa lokasi sudah seperti bukit, karena datarannya cukup tinggi," ujarnya.
Jika dia lihat, mayoritas sampah yang ada di Pulau Sampah merupakan sampah rumah tangga sejenis plastik. Selain itu, juga ada pecahan kaca yang cukup berbahaya.
"Ini sebenarnya macam-macam, yang bahaya itu kalau ada kaca atau besi yang tajam. Namun yang paling banyak itu sampah plastik," paparnya.
Sebenarnya, Walhi, warga dan mahasiswa pernah melakukan upaya pembersihan di lokasi tersebut. Namun, upaya tersebut seperti sia-sia karena sampah yang datang tak terbendung.
"Usaha kami jadinya sia-sia, kita tak bisa kontrol sampah yang datang," katanya.
Adanya Pulau Sampah juga berdampak pada populasi ikan di sekitar BKT. Sejak adanya pulau tersebut populasi ikan semakin berkurang.
"Yang ada itu bukan ikan, melainkan sampah," tegasnya.
Sebenarnya, dia sudah beberapa kali mengirimkan laporan ke dinas terkait tentang adanya sampah tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada tindakan.
"Saya sudah sering kirim foto melalui website pengaduan dinas terkait namun belum ada tindakan," katanya.
Selain populasi ikan, sampah-sampah tersebut juga berpotensi menyebabkan dampak kesehatan bagi masyarakat
Pasalnya biota laut yang ditangkap nelayan dari sekitar tumpukan sampah kemungkinan telah tercemar.
Salah satu kandungan yang mungkin mencemari hasil tangkapan di sekitar tumpukan sampah adalah mikroplastik.
"Mikroplastik dimakan ikan kemudian ikannya dikonsumsi," katanya. [rda]