WahanaNews-Solo | Seorang pria berinisial AAA (36) ditangkap Polresta Surakarta karena diduga memperkosa anak kandungnya berinisial EGF (13) terhitung delapan kali sejak Desember 2021 hingga 6 Maret 2022.
Kapolresta Surakarta, Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan kasus tersebut bermula dari laporan warga soal dugaan persetubuhan dengan anak di bawah umur yang dilakukan seorang ayah terhadap anaknya.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Laporan tersebut masuk ke Polresta Surakarta, 6 Maret 2022.
"Selanjutnya, penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan, kemudian melakukan upaya paksa penangkapan terhadap pelaku," kata Ade, Rabu (23/3).
Ade mengatakan pelaku memberi iming-iming kepada korban dengan menjanjikan akan meminjami sepeda motor jika korban mau melayaninya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Namun jika korban menolak, pelaku mengancam tidak akan meminjami telepon seluler untuk mengikuti sekolah dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Berdasarkan hasil penyelidikan, AAA tinggal serumah bersama istri, korban, dan adik korban di Kelurahan Jebres, Solo, Jawa Tengah.
Karena rumahnya kecil, mereka harus berbagi tempat tidur di dalam satu kamar yang sama.
Pelaku menyetubuhi anak kandungnya itu di samping istrinya dan anak bungsunya.
Agar tidak ketahuan, pelaku menunggu mereka tertidur dan menggunakan selimut saat melancarkan aksinya.
Ia mengulangi perbuatan tersebut sampai delapan kali tanpa ketahuan.
"Korban tidak ingat berapa kali, tapi pelaku mengaku delapan kali menyetubuhi anaknya," kata Ade.
Terakhir kali, ia melakukan aksi cabulnya itu pada 6 Maret 2022 sekitar 05.00 WIB.
Saat itu, pelaku melihat korban bermain dengan ponselnya.
Ia kemudian meminta korban melayani nafsunya.
Di hari yang sama, korban menceritakan peristiwa yang dialaminya itu kepada temannya.
"Teman ini yang kemudian menceritakan apa yang ia dengar kepada Pakdhe atau kakak dari ibu korban," kata Ade.
"Dari situ disampaikan ke ibu korban hingga akhirnya melapor ke kami," lanjutnya.
Ade mengatakan AAA dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) jo pasal 76d undang-undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
"Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun. Dan karena pelaku adalah orang tua korban, maka hukuman ditambah sepertiga dari ancaman hukuman yang diberikan," katanya. [rda]