Pada bagian lain, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa keberhasilan Solo Raya menarik investor luar negeri membuktikan bahwa integrasi kawasan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis Indonesia ke depan.
“Pola investasi global kini mencari efisiensi supply chain dan kejelasan ekosistem. Solo Raya menjawab itu. Tinggal kesiapan pemerintah daerah untuk mengeksekusi peta jalan pembangunan dengan disiplin,” ungkapnya.
Baca Juga:
Tambang Boleh Diatur, Tapi Jangan Dimatikan: Jalan Khusus Belum Ada, Industri Sudah Dipaksa Berhenti
Ia menilai penyelenggaraan STTIE 2025 merupakan momentum penting untuk memperlihatkan wajah nyata dari kolaborasi tujuh wilayah: Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Boyolali, dan Klaten.
“Jika kerangka kerja lintas daerah dapat dijalankan konsisten, Solo Raya tak hanya dilirik tiga negara, tetapi berpotensi menjadi simpul investasi Asia,” katanya.
Tohom juga mengapresiasi upaya pemerintah provinsi dan Kadin yang mulai menempatkan konsep aglomerasi sebagai basis promosi investasi.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sektor UMKM Akan Terdongkrak dengan Pengembangan Kawasan Aglomerasi Solo Raya
“Kuncinya adalah menghilangkan ego sektoral. Jika Solo Raya tampil sebagai satu kawasan, bukan tujuh wilayah terpisah, daya tawarnya naik drastis,” tandasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]