Ia menekankan perlunya kebijakan terpadu lintas daerah agar UMKM tidak lagi terkendala regulasi berbeda-beda, hambatan pasar, dan keterbatasan etalase produk.
“Bayangkan investor atau pembeli besar masuk ke Solo Raya tapi masih berhadapan dengan tujuh aturan yang berbeda. Itu menurunkan daya tarik kawasan. Padahal UMKM akan maju jika ekosistemnya satu arah, tidak saling tarik menarik,” katanya.
Baca Juga:
Pemkot Bengkulu Pastikan Pembangunan Belungguk Point Rampung Pada Akhir Tahun 2025 Mendatang
Ia juga menilai kebutuhan UMKM terhadap etalase permanen harus menjadi agenda prioritas pasca-Soloraya Great Sale.
Produk-produk lokal perlu masuk lebih banyak di hotel, bandara, pusat perbelanjaan, dan kawasan pariwisata.
Menurutnya, keberlanjutan showcase adalah kunci agar UMKM tidak hanya “bersinar sebulan”, tetapi tumbuh sepanjang tahun.
Baca Juga:
Berpotensi Laris Manis di Pasar Global, Wamendag Dorong Ekspor Produk Hilirisasi Kakao Indonesia
“Pelaku UMKM bertanya, setelah Soloraya Great Sale berakhir, mereka harus memamerkan produk di mana? Itu pertanyaan yang sangat strategis. Inilah tugas bersama untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan,” tegas Tohom.
Ia menambahkan bahwa pemerintah pusat telah memasang target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2029 yang tidak akan mungkin dicapai tanpa percepatan investasi.
Aglomerasi Solo Raya, menurutnya, adalah pintu masuk bagi investasi yang lebih besar karena menunjukkan kesiapan wilayah dalam bergerak sebagai satu kesatuan ekonomi.