"Dampaknya para pengemudi dikorbankan untuk menanggung biaya tidak terduga, uang yang dibawa pengemudi truk berkurang kareng menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar, parkir, hingga urusan ban pecah," katanya.
Djoko menuturkan, karena beban tersebut, uang yang dibawa pulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga tidak sebanding dengan lama waktu bekerja.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Karena hal tersebut profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang, semakin sulit mendapatkan pengemudi truk yang berkualitas," paparnya.
Penetapan tarif angkut barang dikatakan Djoko menjadi kunci permasalahan, harusnya pemerintah dapat mengendalikan dengan adanya tarif batas atas dan tarif batas bawah.
"Supaya pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan dengan kendaraan berdimensi lebih.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya," imbuhnya.
Ia menambahkan, pemerintah selama ini baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.
"Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir," tambah Djoko.[non]