Pramodhawardani mengizinkan sang suami merintis dibangunnya candi-candi Hindu di wilayah kekuasaan kerajaannya. Sebaliknya, Rakai Pikatan pun tak segan-segan membantu pendirian candi-candi umat Buddha (Sukamto, Perjumpaan Antarpemeluk Agama di Nusantara, 2015: 146).
Bahkan, ia turut menyumbang pembangunan candi-candhi Buddha tersebut, termasuk di wilayah Plaosan, dekat Prambanan (kini perbatasan antara Yogyakarta dan Kabupaten Klaten).
Baca Juga:
Vin Diesel Umumkan Film Terakhir ‘Fast & Furious’ Tayang April 2027
Candi-candi di Plaosan yang diperuntukkan bagi pemeluk Buddha didirikan secara gotong-royong antara para penganut agama Buddha dengan orang-orang beragama Hindu.
Situasi ini menunjukkan betapa padu dan damainya pemeluk dua agama berbeda di bawah naungan Pramodhawardani sebagai Ratu Mataram (Kuno) saat itu.
Rakai Pikatan turun takhta menjadi brahmana bergelar Sang Jatiningrat pada tahun 856.
Baca Juga:
DPR Tunggu Nama Calon Dubes, Puan Ingatkan Pentingnya Pemahaman Global
Takhta Kerajaan Medang kemudian dipegang oleh putra bungsunya, yaitu Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi.
Penunjukan putra bungsu sebagai maharaja ini kiranya berdasarkan atas jasa mengalahkan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni sang pemberontak.
Hal ini menyebabkan ketidakpuasan karena kelak muncul prasasti Munggu Antan atas nama Maharaja Rakai Gurunwangi.