WahanaNews-Semarang | Dua dosen Fakultas FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang didakwa terkait kasus dugaan suap seleksi perangkat desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, pada akhir 2021. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Semarang, Selasa (23/8), disebutkan nominal suapnya mencapai Rp 830 juta.
Dua dosen yang menjadi terdakwa itu adalah Wakil Dekan FISIP UIN Semarang, Amin Farih, dan Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Semarang, Adib. Selain mereka, ada dua terdakwa lain yaitu Kepala Desa Cangkring, Imam Jaswadi, dan mantan Wakapolsek Karanganyar, Demak, Saroni.
Baca Juga:
Modus Zikir Dosen di Mataram Dipolisikan, Diduga Lecehkan Mahasiswi
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Heryono, kasus suap itu berawal ketika Imam dan Saroni ke FISIP UIN Walisongo untuk menawarkan kerja sama terkait seleksi perangkat desa di Kecamatan Gajah dan Guntur, Demak.
Setelah tercapai kesepakatan, terdakwa Adib menjadi ketua panitia seleksi ujian calon perangkat desa. Sedangkan Amin Farih menjadi pengarah.
"Untuk pembuatan soal test CAT, dari FISIP UIN Walisongo Semarang ditunjuk dosen-dosen UIN Walisongo Semarang sesuai dengan keahlian atau bidang ilmu yang bersangkutan," kata JPU dalam sidang yang dipimpin hakim Arkanu, Selasa (23/8/2022) lalu.
Baca Juga:
Institut STIAMI Dorong Mahasiswa Manfaatkan Teknologi dan Digitalisasi
Imam Jaswadi dan Saroni kemudian mengumpulkan kepala desa yang melaksanakan seleksi perangkat desa. Mereka menjanjikan lolos dengan syarat sejumlah uang.
"Adapun besaran uang yang harus diserahkan untuk formasi Kadus dan Kaur harus membayar Rp 150 juta per orang, sedangkan untuk jabatan Sekretaris Desa harus membayar sebesar Rp 250 juta per orang yang harus diserahkan paling lambat satu minggu kemudian kepada Imam Jaswadi apabila uang tidak diserahkan maka akan ditinggal," jelas jaksa.
Kemudian, Saroni memberikan uang kepada Amin dan Adib sebanyak Rp 830 juta dalam dua tahap untuk memberikan kisi-kisi jawaban soal ujian seleksi perangkat desa. Uang itu dari pemberian 16 calon perangkat desa di 8 desa.
"(Terdakwa Amin dan Adib) Telah melakukan atau turut serta melakukan, menerima pemberian sesuatu atau janji yaitu uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 830 juta dari Imam Jaswadi dan Saroni, masing-masing dilakukan penuntutan terpisah, dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya, yaitu untuk meloloskan 16 orang calon perangkat desa di Kecamatan Gajah dan Kecamatan Guntur Kabupaten Demak tahun 2021," papar jaksa.
Tes seleksi perangkat des aitu dilaksanakan di kampus UIN Walisongo Semarang. Saat melakukan inspeksi mendadak (sidak), Rektor UIN Walisongo Semarang Imam Taufik melihat kejanggalan. Yakni, ada peserta yang cepat menyelesaikan soal dan hanya satu jawaban yang salah. Kemudian disusul peserta lain yang nilainya sempurna.
"Dengan adanya kecurigaan dari Rektor kemudian terdakwa Amin menghadap Rektor di ruangan rektorat, selanjutnya mereka menyampaikan permohonan maaf dan meminta perlindungan serta mengakui kesalahan bahwa telah membuat kesepakatan dengan tim penjaringan dan penyaringan calon perangkat desa Kecamatan Gajah dan Kecamatan Guntur Kabupaten Demak dengan membantu meloloskan 16 orang," ujar jaksa.
Rektor kemudian menyatakan hasil ujian dianggap tidak sah atau cacat hukum dan harus diulang. Perkara pun berlanjut diproses hukum. Amin dan Adib didakwa dengan Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan terdakwa Jaswadi dan Saroni didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang Undang yang sama.[gab]