"Pada awan ini terdapat tiga macam partikel yaitu butir air, butir air super dingin, dan partikel es. Sehingga, hujan lebat yang masih berupa partikel padat baik es atau hail dapat terjadi tergantung dari pembentukan dan pertumbuhan awan Cumulonimbus (CB) tersebut. Biasanya awan berbentuk berlapis-lapis seperti bunga kol," ungkapnya.
Di antara awan tersebut, lanjut dia ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi yang akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Pada awan tersebut terdapat beberapa fenomena dalam proses pembentukan dan pertumbuhannya, seperti adanya proses pergerakan massa udara naik dan turun yang sangat kuat, dikenal dengan istilah strong atau updraft and downdraft di dalam awan CB," ungkapnya.
Menurutnya, pergerakan massa udara naik atau updraft yang cukup kuat dapat membawa uap air naik hingga mencapai ketinggian dimana suhu udara menjadi sangat dingin hingga uap air membeku menjadi partikel es.
"Partikel es dan partikel air super dingin akan bercampur dan teraduk-aduk akibat proses updraft dan downdraft hingga membentuk butiran es yang semakin membesar," ucapnya
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Saat butiran es sudah terlalu besar, kata dia maka pergerakan massa udara naik tersebut tidak akan mampu lagi mengangkatnya sehingga butiran es akan jatuh ke permukaan bumi menjadi hail atau hujan es.
"Strong updraft di suatu daerah dapat terbentuk akibat adanya pemanasan matahari yang intens, pemanasannya sangat optimal atau kuat, antara pagi hingga siang hari, serta dapat dipengaruhi oleh topografi suatu daerah," tuturnya.
Ia menambahkan sifat fenomena hujan es sangat lokal dengan luasan sekitar 5-10 kilometer dan durasi waktu singkat sekitar kurang dari 10 menit.