WahanaNews-Jateng | Tidak semua daerah yang mendapat bantuan peralatan mampu mempertahankan dan memeliharanya. Bahkan, kerap terjadi berbagai masalah muncul. Begitu bantuan diserahkan, kemudian tidak ada pemeliharaan dan kemudian telantar.
Tetapi tidak demikian dengan warga Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). Dusun terpencil yang berada di tengah kawasan hutan mangrove Segara Anakan itu membuktikan, selama empat tahun berjalan mampu memelihara peralatan penghasil energi terbarukan.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Mulai dari Hybrid Energy One Pole (Heop) hingga kini pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH). Baik jenis Heop maupun PLTH sama-sama menggabungkan antara energi surya dengan angin. Hanya kalau Heop untuk kebutuhan listrik sendiri, sedangkan PLTH dimanfaatkan secara komunal.
Sebagai local hero-nya adalah Muhammad Jamaludin. Seorang tokoh muda Dusun Bondan, Desa Ujung Alang yang biasa dipanggil Jamal itu terus melakukan pendampingan kepada masyarakat setempat.
“Saya bersama-sama warga berusaha untuk menjaga peralatan yang energi terbarukan yang ada di sini. Sebab, penduduk di sini sudah menyadari manfaat adanya PLTH. Sudah banyak yang bisa dikerjakan sejak adanya PLTH,”jelas Jamal yang ditemui pada pekan lalu.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Menurutnya, ada bantuan dari Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) IV Cilacap mulai dari Heop dan sekarang PLTH. Bantuan tersebut benar-benar membuat Dusun Bondan berubah dari gelap menjadi terang.
“Pada saat belum ada pembangkit yang bersumber energi terbarukan itu, kondisi Dusun Bondan benar-benar gelap, karena tidak ada listrik. Kalau pun ada, itu sangat terbatas, karena kami menarik kabel PLN dengan jarak hingga 5 kilometer (km), sehingga nyala lampu tidak stabil,”kata dia.
Memang, Dusun Bondan merupakan salah satu wilayah terpencil di Cilacap. Wilayah setempat dikelilingi hutan bakau dan berada di Laguna Segara Anakan. Untuk sampai ke Bondang, membutuhkan waktu sekitar 1,5 – 2 jam dengan perahu compreng dari Dermaga Sleko, Cilacap. Dusun Bondan lebih dekat ditempuh dari Desa Grugu, Kecamatan Kawunganten. Sama-sama naik perahu, tetapi kisaran 30 menit hingga 1 jam.
Muhammad Jamaludin tengah melakukan pengecekan instalasi PLTH di Dusun Bondan.
Kapasitas PLTH
Saat ini, kapasitas PLTH yang bersumber dari energi surya dan angin sebesar 16.200 watt peak (Wp). Dari kapasitas itu, 12 ribu Wp di antaranya digunakan untuk menyuplai rumah-rumah milik warga dan fasilitas umum. Hingga kini, ada 41 rumah dan fasilitas umum yang mendapatkan pasokan listriknya.
“Sisanya atau sekitar 4.200 Wp dimanfaatkan untuk memfasilitasi UMKM warga Dusun Bondan. Misalnya untuk freezer guna menyimpan ikan. Selain itu juga dipakai untuk mengoperasikan blender. Fasilitas listrik itu benar-benar dirasakan oleh warga. Tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, melainkan juga sebagai penggerak usaha penduduk Bondan,”jelas dia.
Menurutnya, khusus untuk suplai ke rumah-rumah, ada pembatasan pasokan. Yakni setiap hari 500 Wp. Meski dibatasi 500 Wp, sebetulnya sudah cukup kalau untuk keperluan sehari-hari. Bahkan bisa menyetrika dan memasak nasi memakai rice cooker. “Setiap jam 17.00 WIB diperbarui suplainya. Tujuannya agar saat malam ada pasokan energi listrik untuk penerangan dan kebutuhan lain seperti menyalakan televisi,”katanya.
Dia mengungkapkan masyarakat memberikan iuran yang tidak terlalu besar, hanya Rp25 ribu per bulan. Iuran tersebut digunakan untuk melakukan pemeliharaan instalasi PLTH. Jelas, iuran tersebut jauh lebih ringan kalau dengan listrik reguler. “Bagi warga sangat rela untuk memberikan iuran Rp25 ribu per bulan. Karena manfaatnya sangat terasakan,”ungkapnya.
Misalnya saja, saat ini anak-anak tidak kebingungan lagi jika belajar. Karena penerangan sudah tersedia. Berbeda pada waktu dulu belum ada PLTH, anak-anak kesulitan jika belajar malam. Warga hanya dapat memanfaatkan senter dan teplok atau penerangan minyak tanah. “Selain itu, pertemuan pada malam hari juga kerap dilaksanakan. Dulu sama sekali tidak bisa, lantaran memang tak ada penerangan. Tidak seperti sekarang ini,”ujar dia.
Sementara warga lainnya, Susi Susanti, mengatakan saat ini ia dapat menikmati televisi maupun bisa menyetrika serta memasak nasi dengan rice cooker. “Namun, karena terbatas daya untuk berbagi dengan yang lain, maka penggunaannya juga harus bijak. Kita mendapat 500 Wp setiap sore. Nah, itu harus kita manfaatkan sebaik-baiknya hingga sore hari berikutnya. Kalau malam, berarti kebutuhannya penerangan, televisi maupun mengisi baterai HP. Nanti, pada saat pagi hari kebutuhannya adalah memasak. Jadi benar-benar harus dihitung, agar 500 Wp bisa dimanfaatkan cukup selama 24 jam,”katanya.
Sementara ibu lainnya, Fitri, menjelaskan dengan adanya listrik, maka komunikasi dengan HP juga lancar. “Kebetulan kalau di sini, sinyalnya kadang ada, kadang tidak. Tetapi, tidak perlu khawatir lagi, karena baterai HP dapat diisi karena adanya listrik dan yang yang jelas bisa berkomunikasi dengan keluarga di luar Dusun Bondan,”ujarnya.
Bahkan, lanjut Fitri, dia bersama ibu-ibu di Dusun Bondan juga lebih produktif. Sebab, dengan adanya listrik, maka usaha kecil mikro menengah (UMKM) bernama Kelompok Ibu Mandiri (KIM) bisa mulai jalan. Para ibu-ibu memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar Dusun Bondan. Karena berada di sekitar kawasan mangrove, maka kaya akan udang dan kepiting. Warga juga membudidayakan bandeng.
“Dengan adanya listrik, maka kami tidak hanya menjual hasil tangkapan atau panenan tambak bandeng saat masih segar, tetapi para ibu juga mampu mengolahnya. Para ibu di sini mengolah menjadi kerupuk maupun stik. Jadi bahan-bahan tersebut kami proses dan olah, kemudian menjadi makanan olahan yang dipasarkan secara ke Cilacap secara langsung maupun online,” katanya.
Produksi kerupuk dan stik mampu mendatangkan penghasilan. Meski belum terlalu banyak, tetapi setidaknya sudah ada pemasukan. “Dalam satu kali produksi bersama ibu-ibu lainnya bisa mendapatkan penghasilan Rp100 ribu. Setiap bulan, produksinya sekitar 3-4 kali. Meski masih kecil, kami akan terus konsisten. Karena ternyata hasil olahan bahan baku sekitar mangrove laku juga di pasaran,”jelasnya.
KIM yang merupakan UMKM di Dusun Bondan masuk dalam Koperasi Konsumen Bondan Sukses Sejahtera. Salah satu tugas koperasi adalah memasarkan hasil produksi KIM. Jamal yang kini menjadi Ketua Koperasi Konsumen Bondan Sukses Sejahtera mengatakan selain melalkukan pemasaran, koperasi juga menyediakan kebutuhan untuk tambak.
“Kebutuhan para petani tambak di Dusun Bondan disuplai dari koperasi. Di sisi lain, koperasi juga menyediakan pinjaman lunak, tetapi pinjaman baru dibatasi Rp500 ribu per orang. Namun, setidaknya koperasi sudah jalan dan membantu warga untuk maju bersama. Memang kami akui, listrik dari energi terbarukan menjadi pemicu pergerakan ekonomi warga di sini,”ungkapnya.
Benar, bahwa kehadiran PLTH di Dusun Bondan menjadi sarana penting, bukan saja soal kemajuan ekonomi, namun menjadikan dusun terpencil itu mandiri energi. Selama dua kali, Pemprov Jateng memberikan penghargaan kepada Dusun Bondan sebagai desa mandiri energi dalam tiga tahun terakhir. Pada 2019 menyabet juara pertama, kemudian 2020 juara ketiga dan tahun 2021 menyabet juara satu kembali.[gab]