Dengan sosialisasi, maka sopir dan pengusaha mengetahui secara pasti apa yang harus diterapkan dan tak boleh dilanggar terkait dengan armadanya.
Kalau memang melanggar tentu akan dilakukan perbaikan misalnya dengan mengurangi kelebihan dimensi atau langkah-langkah yang lain.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Dikatakan, dalam kasus ini pengusaha tentu tidak bisa disalahkan begitu saja, karena muatan berlebih juga berkaitan dengan efektivitas angkutan barang.
Para pengusaha angkutan barang, lanjut Heri, biasanya meminta sopir mengangkut barang sesuai permintaan konsumen yang terkadang melebihi dimensi truk dan beban yang ditetapkan.
“Pengusaha angkutan barang tentu tidak mau rugi, ketika ada konsumen yang minta, tentu akan dipenuhi meski melebihi dimensi dan beban yang telah ditetapkan. Ini demi efesiensi bisnis mereka,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Penerapan pelarangan truk ODOL memang perlu dilaksanakan, karena menyangkut keselamatan angkutan barang serta pengguna jalan lainnya.
“Namun yang diperlukan, sekali lagi adalah sosialisasi. Berikan pemahaman pada para pengusaha dan sopir truk akan masalah, sebab-akibat, dan aturan hukumnya. Memang sudah banyak terjadi kecelakaan yang disebabkan truk remnya blong, karena beban yang diangkut melebihi tonase yang telah ditetapkan. Tentu ini sangat memprihatinkan, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa,” katanya.
Selain itu dengan dilarangnya truk melebihi tonase dan ukuran ini maka kerusakan jalan bisa diminimalkan.