Padahal modal untuk pupuk dan obat-obatan menghabiskan separo dari total biaya produksi tanaman cabai.
“Per 1.000 meter persegi lahan, modal dari awal ketika menyiapkan lahan, pupuk, benih, sampai panen itu sekitar Rp8 juta. Untuk pupuk hampir separonya. Dari pemupukan pertama, kocor, sama obat-obatan itu sekitar Rp4 juta,” kata Nanang.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Diperkirakan dari awal tanam sampai akhir panen cabai di lahan seluas 1.000 m2 membutuhkan pupuk NPK Mutiara sebanyak 4 sak (ukuran 50 kg).
Tidak semua kebutuhan pupuk bisa dibeli di Koperasi Unit Desa (KUD) karena keterbatasan kuota.
Nanang mengaku membutuhkan 100 sak pupuk NPK Mutiara dan Petroganik untuk keseluruhan lahan miliknya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Padahal kuota menggunakan kartu tani yang dia miliki hanya cukup untuk menebus 40 sak pupuk.
“Beli partai kartu itu kan dibatasi. Saya cuma boleh beli 40 sak padahal kebutuhan untuk semuanya hampir 100 sak. Saya untuk memenuhi kebutuhan yang 60 sak pas macul itu kan beli dari luar KUD, itu per saknya jadi Rp 40 ribu.”
Membengkaknya biaya produksi akibat kenaikan harga pupuk disertai harga jual cabai yang rendah, dikhawatirkan menyebabkan banyak petani bangkrut.