Di samping itu, ujarnya, Gibran sadar terhadap pemberitaan media yang menyoroti terkait pemerintahannya di Solo.
Isu liputan yang disoroti media mainstream maupun media sosial, baik yang positif, netral atau negatif selalu dijadikan sebagai model Gibran dalam melakukan perubahan atau komunikasi publik.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Mas Gibran itu memutuskan untuk melakukan survei isi liputan isi media tentang pemerintah kota. Termasuk sentimennya positif, negatif atau netral. Menurut saya langkah yang sangat baik dilakukan Mas Gibran ini menunjukkan dia aware mengamati dinamika isi media yang menyoroti pemerintahan dia," terang dia.
Hastjarjo juga menyoroti belum seimbangnya komunikasi publik Gibran dengan jajaran organisasi perangkat daerah (OPD).
Gibran cenderung aktif dalam penggunaan media sosial sehingga lebih cepat menyampaikan kebijakan dan programnya pada masyarakat.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Sebaliknya jajaran OPD masih menggunakan komunikasi cara lama.
"Gerakan Mas Gibran sebagai wali kota (top management) untuk melakukan komunikasi publik kayaknya belum imbang dengan dinas-dinasnya. Mestinya dinas agresif di media sosial dan seterusnya. Jadi mungkin masih ada kesenjangan karena kita tahu Mas Gibran punya tim khusus dan dia anak muda yang sangat aware pentingnya bermedos, komunikasi publik, yang mungkin minside masih perlu ditanamkan di setiap dinas," ungkap dia.
"Wali kotanya itu sangat gencar tapi di dinas-dinas kadang-kadang telat atau medsosnya tidak aktif, tidak responsif. Saya sendiri belum melakukan riset secara detail seberapa untuk total tetapi kesannya yang saya tangkap adalah tidak semua dinas semaju wali kotanya," lanjutnya. [rda]