Dari atas tangga setinggi 5 meter, Subki melakukan tarikan pertama kuasnya. Menutup bidang polos pada tembok sisi luar Toko Buku Jaya.
Di tembok 2 lantai sepanjang 15 meter itu, sekitar 28 perupa jalanan berbagi ruang kreasi.
Baca Juga:
Warga Pakpak Bharat Sambut Hangat Kehadiran Prajurit Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 906/Slg
"Rencana saya gambar Superman sama Gatotkaca. Gatotkaca yang merupakan budaya Indonesia dan Superman budaya luar. Itu saling berdampingan. Rukun. Nggak ada perbedaan," kata Subki yang memiliki nama jalanan “SmArt”.
Dia tak membantah karyanya yang ditimpa di Jalan Kalimas, Senowo menjadi bagian dari risiko menggambar di jalanan.
Dia menyadari saling timpa hasil karya umum terjadi pada komunitas street art.
Baca Juga:
Ratusan Demonstran Protes Kebijakan Presiden Trump di Depan Gedung Putih Washington DC
Tapi bukan berarti street art ala barat bisa ditelan mentah-mentah begitu saja.
Etika, rasa saling menghormati sesama seniman jalanan masih berlaku bagi kita orang timur.
"Kita lestarikan budaya kita juga. Nggak usah saling gontok-gontokan lah. Kita damai dalam berkarya itu lebih nyaman. Lebih tenang. Kalau di barat kayak gitu (street art), pinginnya di Indonesia jangan kayak gitu."