JATENG.WAHANANEWS.CO, Pati - Pemkab Pati menempati peringkat ketiga sebagai prioritas penerima bantuan untuk pembuatan Refuse Derived Fuel (RDF), alat pengolah sampah menjadi bahan bakar. Rencananya, tahun ini akan dilakukan proses pembuatan desain dan kajian.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pati Tulus Budiharjo mengatakan, pihaknya sudah berupaya berkomunikasi dengan pemerintah pusat. Hal ini untuk mendapatkan perhatian mengenai penyelesaian sampah.
Baca Juga:
Pemkot Jambi Targetkan Peresmian Pabrik Sampah Sebelum HUT pada Mei 2025
”Kami berupaya untuk komunikasi kementeriann PU maupun Lingkungan Hidup. Bahwa kita mengajukan bantuan untuk pengelolaan pembuatan RDF. Sudah ada respon sekarang,” imbuhnya.
Hasilnya, Pemkab Pati masuk prioritas pada 2026. Masuk ke peringkat 3. ”Tahun ini Jepara dan Rembang yang dapat bantuan pusat. Kami masuk prioritas tiga,” paparnya.
Dia menambahkan, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sukoharjo luasan untuk menghadirkan RDF dirasa masih cukup.
Baca Juga:
Keluhan Warga Bau Sampah di sekitar JGC, DLH DKI Sebut Bukan dari RDF Rorotan
Ada beberapa lahan yang di luar zona aktif. Itu dengan syarat harus ada kajian DED yang harus disiapkan.
”Tahun ini kita buat. Sudah dianggarkan. Luasannya 4.000-5.000 meter persegi. Luas TPA 12 hektaran. Sementara zona aktif separonya,” katanya.
Tahun ini desainnya ditarget rampung. Sehingga tahun berikutnya, bisa segera dihadirkan pengolahan sampah itu.
Kata dia, pihaknya juga sudah mengantongi kerjasama dengan Semen Gresik. Sehingga setelah RDF jadi, bisa langsung eksekusi bisnis itu.
”Kita sudah mengantongi kerjasama dengan Semen Gresik. Baru saja. Sudah oke. Nanti RDF jadi bisa mengirim ke Rembang,” tegasnya.
Dengan adanya RDF itu, lanjut dia, permasalahan sampah bisa berkurang. Juga mendapatkan potensi pendapatan dari sampah.
Kapasitas kemarin yang minimal 100 ton per hari untuk menampung sampah di RDF. Bisa mengurangi sampah. Bisa jadi RDF 60 persen sudah hebat (dari 100 ton). TPA di Pati bisa di sini semua (TPA Sukoharjo).
”Ada nilai ekonomis. Semen mau menerima. Jarak tempuh tak jauh. Masih ada potensi pendapatan ke pemerintah. Pendapatannya belum itungannya. Masih dikaji,” lanjutnya.
Meski begitu, masih ada pekerjaan rumah (PR) bagi Tulus. Yaitu, kesadaran masyarakat.
”Tinggal mengubah mainset masyarakat. Tidak semua sampah ini dilarikan ke TPA meski sudah punya RDF nantinya. Karena ada sampah yang memiliki nilai ekonomis,” paparnya.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]