Muhammad Jamaludin tengah melakukan pengecekan instalasi PLTH di Dusun Bondan.
Kapasitas PLTH
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Saat ini, kapasitas PLTH yang bersumber dari energi surya dan angin sebesar 16.200 watt peak (Wp). Dari kapasitas itu, 12 ribu Wp di antaranya digunakan untuk menyuplai rumah-rumah milik warga dan fasilitas umum. Hingga kini, ada 41 rumah dan fasilitas umum yang mendapatkan pasokan listriknya.
“Sisanya atau sekitar 4.200 Wp dimanfaatkan untuk memfasilitasi UMKM warga Dusun Bondan. Misalnya untuk freezer guna menyimpan ikan. Selain itu juga dipakai untuk mengoperasikan blender. Fasilitas listrik itu benar-benar dirasakan oleh warga. Tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, melainkan juga sebagai penggerak usaha penduduk Bondan,”jelas dia.
Menurutnya, khusus untuk suplai ke rumah-rumah, ada pembatasan pasokan. Yakni setiap hari 500 Wp. Meski dibatasi 500 Wp, sebetulnya sudah cukup kalau untuk keperluan sehari-hari. Bahkan bisa menyetrika dan memasak nasi memakai rice cooker. “Setiap jam 17.00 WIB diperbarui suplainya. Tujuannya agar saat malam ada pasokan energi listrik untuk penerangan dan kebutuhan lain seperti menyalakan televisi,”katanya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dia mengungkapkan masyarakat memberikan iuran yang tidak terlalu besar, hanya Rp25 ribu per bulan. Iuran tersebut digunakan untuk melakukan pemeliharaan instalasi PLTH. Jelas, iuran tersebut jauh lebih ringan kalau dengan listrik reguler. “Bagi warga sangat rela untuk memberikan iuran Rp25 ribu per bulan. Karena manfaatnya sangat terasakan,”ungkapnya.
Misalnya saja, saat ini anak-anak tidak kebingungan lagi jika belajar. Karena penerangan sudah tersedia. Berbeda pada waktu dulu belum ada PLTH, anak-anak kesulitan jika belajar malam. Warga hanya dapat memanfaatkan senter dan teplok atau penerangan minyak tanah. “Selain itu, pertemuan pada malam hari juga kerap dilaksanakan. Dulu sama sekali tidak bisa, lantaran memang tak ada penerangan. Tidak seperti sekarang ini,”ujar dia.
Sementara warga lainnya, Susi Susanti, mengatakan saat ini ia dapat menikmati televisi maupun bisa menyetrika serta memasak nasi dengan rice cooker. “Namun, karena terbatas daya untuk berbagi dengan yang lain, maka penggunaannya juga harus bijak. Kita mendapat 500 Wp setiap sore. Nah, itu harus kita manfaatkan sebaik-baiknya hingga sore hari berikutnya. Kalau malam, berarti kebutuhannya penerangan, televisi maupun mengisi baterai HP. Nanti, pada saat pagi hari kebutuhannya adalah memasak. Jadi benar-benar harus dihitung, agar 500 Wp bisa dimanfaatkan cukup selama 24 jam,”katanya.