Pria yang lahir di Desa Telaga Pucung ini mengaku tidak pernah mengalami pemadaman listrik berkepanjangan selama menjadi pelanggan listrik PLTHM. Biasanya, aliran listrik akan padam jika ada pewaratan pembangkit dan kondisi sungai saat banjir.
Banjir yang membawa sejumlah material dedaunan dan pepohonan akan tersangkut di besi penyaring sehingga menghambat lajur arus air. "Kalau banjir itu dedaunan dan pepohonan nutup penyaring. Kami langsung sigap ke sana, kami buang (dedaunan) terus nyala lagi," jelasnya.
Baca Juga:
Baby Jill, Sosok Miliarder Muda dengan Kerajaan Bisnis Fenomenal di Asia Timur
Dari catatan yang ia pegang, hingga saat ini ada 75 bangunan yang dialiri listrik dari PLTHM, dengan rincian 73 rumah warga yang dikenakan wajib iuran dan dua fasilitas umum bebas iuran berupa Balai RT dan masjid.
Tolak PLN masuk desa
Baca Juga:
Posisi Kosumen Tak Aman, FOMCA Dorong Pengetatan Regulasi Sektor Keuangan
Zaenal mengatakan, para warga sepakat untuk menolak kehadiran listrik PLN di wilayah mereka. Pasalnya, jika listrik PLN mengaliri rumah-rumah warga, dikhawatirkan PLTMH yang selama ini dirawat oleh warga akan terbengkalai.
Saat awal mula pembangunan PLTMH, para warga secara gotong royong selama tujuh bulan untuk membangun pondasi, memasang tiang hingga membangun jaringan induk.
"Alasannya, seumpamanya PLN masuk, PLTMH yang sudah dikelola malah terbengkalai, nanti malah mubazir. Di sini, jika ada kerusakan di PLTMH, kami perbaiki secara maksimal," terang pria gondrong tersebut.