Kepala Desa Sidorekso Mochamad Arifin menambahkan bahwa kuncinya memang dukungan dari masyarakat berupa sampah yang terbuang benar-benar sudah terpilah, baik sampah plastik, organik, maupun residu.
Dengan adanya alat pengolah sampah menjadi BBM bernama pirolisis itu, kata dia, pemerintah desa juga bisa menghemat biaya karena BBM berupa solar bisa digunakan untuk mengoperasikan mesin pemilah sampah yang dimiliki desa.
Baca Juga:
Tim Pemantau Kepatuhan di Kudus Fokus Awasi 40 Perusahaan Skala Menengah Kecil
Adapun kapasitas pengolahan mesin tersebut, kata dia, setiap harinya berkisar 50 kilogram, sedangkan BBM yang dihasilkan berkisar 30-35 liter.
Dari hasil pengolahan menggunakan alat pirolisis, akan menghasilkan minyak tanah, sehingga bisa diolah lagi menjadi bensin atau solar.
Sebelum digunakan, maka bahan bakar yang dihasilkan dari pirolisis itu harus dijernihkan. Selain karena pekat, juga masih terdapat sejumlah kotoran. Sedangkan penjernihannya menggunakan bentonit atau semacam mineral dari tanah.
Baca Juga:
Anggota DPR RI Musthofa Kunjungi TPA Tanjungrejo, Bawa Kabar Gembira untuk Kudus
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]